Kamis, 15 November 2012

Cerpen



Pesan Singkat dari Sahabatku

“ Desi jangan pergi ....... jangan pergi .......”
Ternyata hanya mimpi lalu aku terbangun dari mimpiku.

Namaku Dina, aku mahasiswi  di Universitas  Angkasa  50, semester 5. Aku lahir di kota Blora dan tinggal disana sampai aku berumur  10 tahun setelah itu aku pindah di kota Surabaya sampai sekarang. Namun aku kuliah di luar Pulau Jawa yaitu Pulau Sumatra. Pada waktu aku kecil aku teringat nama seorang sahabatku yang bernama Desi, akhir – akhir ini aku sering bermimpi tentang dia. Saat aku masih kecil aku sering bermain dengan dia, kami berdua sudah seperti saudara. Yang bisa di sebut dengan kakak adik atau apapun namanya, yang membuatku tidak bisa melupakan sahabat terbaikku. Pernah sekali aku bermain sepeda dengan dia di jalan, pada waktu itu aku sedang menaiki sepeda dan akupun terjatuh dari sepeda itu. Lalu aku menangis dan Desi menghampiriku dengan senyuman yang masih aku inggat sampai sekarang dan dia berkata padaku
“ Jangan menagis ya din , ini cepat sembuh kok. Ayo kita pulang. “
Mendengar  kata – kata itu, aku pun tersadar  bahwa Desi telah menolongku saat aku terjatuh atau tidak. Aku ingin bertemu dengan dia lagi sahabatku Desi.
Pagi hari, aku terbangun dari tidurku dan aku berangkat kuliah. Hari ini aku merasa sangat senang karena hari ini adalah hari terakhirku masuk kuliah. Karena akan diadakan ujian untuk mata kuliahku. Alhamdulillah dapat liburan 1 bulan lebih. Aku berencana untuk pulang ke kota Surabaya.
Di Surabaya aku menghabiskan hari – hariku hanya untuk tidur,makan,tidur makan saja. Aku mencoba bicara kepada Ayah dan Ibuku kenapa tidak berpergian. Pikiranku langsung melesat ke kota Blora dimana aku dulu dilahirkan dan dibesarkan disana.
 “ Ayah, Ibu, kita berpergian yuuk....” Pintaku keda orang tuaku.
“ Mau berpergian kemana sayang....?” Tanya Ibuku.
“ Kalau pergi ke Blora gimana Bu....?”
“ Boleh juga sayang, sekalian nanti kita mampir ke rumahnya nak Desi.”
“Baiklah, besok kita berangkat.” Kata Ayahku.
Aku tersenyum , sekian lama aku sudah tidak bisa membayangkan bagaimana kota asalku sekarang dan temanku yang sangat aku rindukan. Aku inggin berjumpa dengan sahabatku lagi.
Saat di perjalanan aku tertidur dan bemimpi lagi. Mimpiku tidak berubah, pasti tentang sahabatku Desi. Akupun berpikiran gelisah. Kenapa dengan temanku. Saat tiba di Blora, kami menginap di hotel. Lalu aku meminta ijin jalan – jalan kepada orangtuaku. Kemudian aku memanggil tukang becak yang ada di depan hotel. Saat itu hari sudah malam, sungguh tak kalah mengagumkan pemandanganya di kota Blora pada saat malam hari dengan kota - kota besar. Di pagi hari aku berencana pergi ke rumah Desi tanpa sepengetahuan orangtuaku. Aku berangkat ke rumah Desi dengan menaiki becak, walau sudah lama tetapi aku masih inggat akan jalan – jalan menuju rumah Desi. Tiba di kompleks perumahan aku heran ada 1 rumah yang sudah tidak layak untuk di huni. Lalu aku bertanya kepada tetangga di dekat rumah itu. Dan aku teringat bahwa itu adalah remahnya Desi. Aku segera kesana dan ada seorang Ibu yang sedang sakit dengan seorang anak perempuanya.                “ Desi.... Desi....” Teriakku.
“Itu Dina.....?”
“ Iya Des ini aku Dina sahabatmu.”
“Dina apa kabar.....? Sudah lama tak berjumpa. Kamu makin cantik saja.”
“ He...he.. nggak juga tuh. Ow iya kamu tinggal disini....?”
“ Iya Din, ini Ibuku. Beliau sedang sakit, aku bingung harus apa....?”
Akupun merasa kasihan dengan keadaan Desi seperti ini. Aku langsung menelpon Ibuku.
“ Ibu, cepat kesini di jalan Cemara.”
Mungkin Ibuku akan mengerti dengan teleponku yang singkat. Akupun bertanya – tanya pada Desi  kenapa dia sekarang tidak kuliah, kenapa ibunya bisa sakit, kenapa dan kenapa.
Di pikiranku aku sangat sedih sekali , rasanya aku inggin menangis. Sambil menunggu orangtuaku , aku diceritakan bagaimana kehidupan Desi yang sangat membuat hatiku terasa sakit, perjuangan hidupnya yang inggin membahagiakan orangtuanya  dan tidak bisa karena Ibunya sakit dan Ayahnya sudah meniggal dunia. Ayahnya meninggal dunia saat dia berumur 15 tahun dan hanya tinggal Ibunya saja. Desi selalu ingin membahagiakan Ibunya. Setiap hari Desi pergi bekerja karena telah di tinngal oleh Ayahnya dan dia putus sekolah dan bekerja untuk mencukupi kehidupan  sehari–harinya. Akhirnya dia menjadi tulang punggung keluarganya. Setelah mendengar cerita itu, Ayah dan Ibuku datang dan membawa Ibu Desi ke Rumah Sakit dan akhirnya Ibunya bisa berobat.
“ Dina makasih banyak ya, aku tidak bisa membalas kebaikanmu ini.” Pinta Desi dengan  menangis .
“Tidak apa – apa Des , Ibumu kan Ibuku juga, kamu adalah saudaraku.” Akupun memeluk Desi.
Desi membalas pelukanku dengan sedih.
Saat ini sudah 3 hari aku dan keluargaku serta keluarga Desi di Rumah Sakit. Akupun bunggung ,kenapa aku lagi – lagi bermimpi tentang Desi. Waktu itu, pagi hari aku melihat – lihat di ruang Rumah Sakit, keberadaan Desi tidak ada. Aku binggung dimana dia. Akupun tidak khawatir karena dia yang memiliki kota Blora, pasti dia sudah tau akan kemana dia pergi, tapi perasaanku gelisah. Dan akupun tertidur lagi.
“ Desi jangan pergi Des...... Jangan pergi.....”
Akupun terbangun dan aku kaget orangtuaku didepanku dengan muka sedih.
“ Ada apa Ayah, Ibu......?” Aku kebingungan
“Sayang tabahkanlah hatimu......” Ibuku menjawab dengan Ayahku sambil mengelus – elus
keningku.
“ Sebenarnya ada apa ini....?”
“ Desi kecelakaan pagi tadi...” Ayahku menjawab.
Akupun terkejut akan kabar itu. Lalu aku beranjak dari tempat tidur dan keluar menuju ruangan Ibunya. Aku mencari – cari nama Desi di daftar pasien. Kemudian aku menemukanya.
“ Desi.... Desi.... “ Teriakku
Dia terbaring lemas tanpa adanya suara. Kenapa bisa seperti ini, aku mulai ketakutan apa sebenarnya semua arti mimpiku itu, apa ini mimpi.
“ Dina.... Din.... “ Suara pelan diucapkan Desi.
“ Aku disini Des.” Jangan benyak bergerak dulu.
Desi menangis. Aku tidak tahu kenapa, akupun menangis.
“ Din maafin aku ya, sudah merepotkanmu dan keluargamu, aku tidak bisa membalas semua kebaikanmu itu.... Aku tahu, Ibuku belum sembuh, aku gagal untuk membahagiakan Ibuku sekali lagi maaf ya din mungkin ini adalah kata- kata terakhirku.
“ Jangan bicara begitu Des.”  Triakku sambil menangis.
Aku tahu kecelakaan itu membuat Desi tidak seperti dulu lagi. Dia sangat terluka parah. Sekujur tubuhnya dipenuhi oleh darah. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Di tanganku hanya ada tangan Desi yang terus aku genggam. Aku melihatnya, dan dia berkata dengan sangat pelan membuatku mendekati bibirnya.
“ Maaf ya Din, tolong tolong  jagain Ibuku, kamu adalah sahabat terbaikku.”
Aku melihat dia dan.......
“ Des.... Desi ..... jangan pergi Des....Desi....”
Dan akhirnya desi meninggal dunia dan keesokan harinya Desi dimakamkan. Saat di pemakaman aku tersadar bahwa hidup hanyalah cuplikan kehidupan yang singkat. Aku melihat makam temanku Desi. Dia menyadarkanku bahwa hidup hanyalah sementara dan jangan menyia – nyiakan hidup walau hanya sebentar. Teringat pesan terakhirnya aku menangis di depan dia dan dia adalah sahabat terbaikku. “ Akan ku ingat dan ku jaga pesan itu.... Des....”

TAMAT
                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    

0 komentar:

Posting Komentar