Pesan
Singkat dari Sahabatku
“ Desi jangan pergi ....... jangan pergi .......”
Ternyata hanya mimpi lalu aku terbangun dari
mimpiku.
Namaku
Dina, aku mahasiswi di Universitas Angkasa
50, semester 5. Aku lahir di kota Blora dan tinggal disana sampai aku
berumur 10 tahun setelah itu aku pindah
di kota Surabaya sampai sekarang. Namun aku kuliah di luar Pulau Jawa yaitu
Pulau Sumatra. Pada waktu aku kecil aku teringat nama seorang sahabatku yang
bernama Desi, akhir – akhir ini aku sering bermimpi tentang dia. Saat aku masih
kecil aku sering bermain dengan dia, kami berdua sudah seperti saudara. Yang
bisa di sebut dengan kakak adik atau apapun namanya, yang membuatku tidak bisa
melupakan sahabat terbaikku. Pernah sekali aku bermain sepeda dengan dia di
jalan, pada waktu itu aku sedang menaiki sepeda dan akupun terjatuh dari sepeda
itu. Lalu aku menangis dan Desi menghampiriku dengan senyuman yang masih aku
inggat sampai sekarang dan dia berkata padaku
“ Jangan
menagis ya din , ini cepat sembuh kok. Ayo kita pulang. “
Mendengar kata – kata itu, aku pun tersadar bahwa Desi telah menolongku saat aku terjatuh
atau tidak. Aku ingin bertemu dengan dia lagi sahabatku Desi.
Pagi hari,
aku terbangun dari tidurku dan aku berangkat kuliah. Hari ini aku merasa sangat
senang karena hari ini adalah hari terakhirku masuk kuliah. Karena akan
diadakan ujian untuk mata kuliahku. Alhamdulillah dapat liburan 1 bulan lebih.
Aku berencana untuk pulang ke kota Surabaya.
Di Surabaya
aku menghabiskan hari – hariku hanya untuk tidur,makan,tidur makan saja. Aku
mencoba bicara kepada Ayah dan Ibuku kenapa tidak berpergian. Pikiranku
langsung melesat ke kota Blora dimana aku dulu dilahirkan dan dibesarkan
disana.
“ Ayah, Ibu, kita berpergian yuuk....” Pintaku
keda orang tuaku.
“ Mau
berpergian kemana sayang....?” Tanya Ibuku.
“ Kalau
pergi ke Blora gimana Bu....?”
“ Boleh
juga sayang, sekalian nanti kita mampir ke rumahnya nak Desi.”
“Baiklah,
besok kita berangkat.” Kata Ayahku.
Aku tersenyum , sekian lama aku
sudah tidak bisa membayangkan bagaimana kota asalku sekarang dan temanku yang
sangat aku rindukan. Aku inggin berjumpa dengan sahabatku lagi.
Saat di
perjalanan aku tertidur dan bemimpi lagi. Mimpiku tidak berubah, pasti tentang
sahabatku Desi. Akupun berpikiran gelisah. Kenapa dengan temanku. Saat tiba di
Blora, kami menginap di hotel. Lalu aku meminta ijin jalan – jalan kepada
orangtuaku. Kemudian aku memanggil tukang becak yang ada di depan hotel. Saat
itu hari sudah malam, sungguh tak kalah mengagumkan pemandanganya di kota Blora
pada saat malam hari dengan kota - kota besar. Di pagi hari aku berencana pergi
ke rumah Desi tanpa sepengetahuan orangtuaku. Aku berangkat ke rumah Desi
dengan menaiki becak, walau sudah lama tetapi aku masih inggat akan jalan –
jalan menuju rumah Desi. Tiba di kompleks perumahan aku heran ada 1 rumah yang
sudah tidak layak untuk di huni. Lalu aku bertanya kepada tetangga di dekat
rumah itu. Dan aku teringat bahwa itu adalah remahnya Desi. Aku segera kesana
dan ada seorang Ibu yang sedang sakit dengan seorang anak perempuanya. “ Desi.... Desi....” Teriakku.
“Itu
Dina.....?”
“ Iya Des
ini aku Dina sahabatmu.”
“Dina apa
kabar.....? Sudah lama tak berjumpa. Kamu makin cantik saja.”
“ He...he..
nggak juga tuh. Ow iya kamu tinggal disini....?”
“ Iya Din,
ini Ibuku. Beliau sedang sakit, aku bingung harus apa....?”
Akupun merasa kasihan dengan
keadaan Desi seperti ini. Aku langsung menelpon Ibuku.
“ Ibu,
cepat kesini di jalan Cemara.”
Mungkin Ibuku akan mengerti
dengan teleponku yang singkat. Akupun bertanya – tanya pada Desi kenapa dia sekarang tidak kuliah, kenapa
ibunya bisa sakit, kenapa dan kenapa.
Di pikiranku aku sangat sedih
sekali , rasanya aku inggin menangis. Sambil menunggu orangtuaku , aku
diceritakan bagaimana kehidupan Desi yang sangat membuat hatiku terasa sakit,
perjuangan hidupnya yang inggin membahagiakan orangtuanya dan tidak bisa karena Ibunya sakit dan
Ayahnya sudah meniggal dunia. Ayahnya meninggal dunia saat dia berumur 15 tahun
dan hanya tinggal Ibunya saja. Desi selalu ingin membahagiakan Ibunya. Setiap
hari Desi pergi bekerja karena telah di tinngal oleh Ayahnya dan dia putus
sekolah dan bekerja untuk mencukupi kehidupan sehari–harinya. Akhirnya dia menjadi tulang
punggung keluarganya. Setelah mendengar cerita itu, Ayah dan Ibuku datang dan
membawa Ibu Desi ke Rumah Sakit dan akhirnya Ibunya bisa berobat.
“ Dina makasih banyak ya, aku
tidak bisa membalas kebaikanmu ini.” Pinta Desi dengan menangis .
“Tidak apa – apa Des , Ibumu kan
Ibuku juga, kamu adalah saudaraku.” Akupun memeluk Desi.
Desi membalas pelukanku dengan
sedih.
Saat ini
sudah 3 hari aku dan keluargaku serta keluarga Desi di Rumah Sakit. Akupun
bunggung ,kenapa aku lagi – lagi bermimpi tentang Desi. Waktu itu, pagi hari
aku melihat – lihat di ruang Rumah Sakit, keberadaan Desi tidak ada. Aku
binggung dimana dia. Akupun tidak khawatir karena dia yang memiliki kota Blora,
pasti dia sudah tau akan kemana dia pergi, tapi perasaanku gelisah. Dan akupun
tertidur lagi.
“ Desi
jangan pergi Des...... Jangan pergi.....”
Akupun terbangun dan aku kaget
orangtuaku didepanku dengan muka sedih.
“ Ada apa
Ayah, Ibu......?” Aku kebingungan
“Sayang tabahkanlah
hatimu......” Ibuku menjawab dengan Ayahku sambil mengelus – elus
keningku.
“
Sebenarnya ada apa ini....?”
“ Desi
kecelakaan pagi tadi...” Ayahku menjawab.
Akupun terkejut akan kabar itu.
Lalu aku beranjak dari tempat tidur dan keluar menuju ruangan Ibunya. Aku
mencari – cari nama Desi di daftar pasien. Kemudian aku menemukanya.
“ Desi....
Desi.... “ Teriakku
Dia terbaring lemas tanpa adanya
suara. Kenapa bisa seperti ini, aku mulai ketakutan apa sebenarnya semua arti
mimpiku itu, apa ini mimpi.
“ Dina....
Din.... “ Suara pelan diucapkan Desi.
“ Aku
disini Des.” Jangan benyak bergerak dulu.
Desi menangis. Aku tidak tahu
kenapa, akupun menangis.
“ Din
maafin aku ya, sudah merepotkanmu dan keluargamu, aku tidak bisa membalas semua
kebaikanmu itu.... Aku tahu, Ibuku belum sembuh, aku gagal untuk membahagiakan
Ibuku sekali lagi maaf ya din mungkin ini adalah kata- kata terakhirku.
“ Jangan
bicara begitu Des.” Triakku sambil
menangis.
Aku tahu kecelakaan itu membuat
Desi tidak seperti dulu lagi. Dia sangat terluka parah. Sekujur tubuhnya
dipenuhi oleh darah. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Di tanganku hanya ada
tangan Desi yang terus aku genggam. Aku melihatnya, dan dia berkata dengan
sangat pelan membuatku mendekati bibirnya.
“ Maaf ya
Din, tolong tolong jagain Ibuku, kamu
adalah sahabat terbaikku.”
Aku melihat dia dan.......
“ Des....
Desi ..... jangan pergi Des....Desi....”
Dan akhirnya desi meninggal dunia
dan keesokan harinya Desi dimakamkan. Saat di pemakaman aku tersadar bahwa
hidup hanyalah cuplikan kehidupan yang singkat. Aku melihat makam temanku Desi.
Dia menyadarkanku bahwa hidup hanyalah sementara dan jangan menyia – nyiakan
hidup walau hanya sebentar. Teringat pesan terakhirnya aku menangis di depan dia
dan dia adalah sahabat terbaikku. “ Akan ku ingat dan ku jaga pesan itu....
Des....”
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar